Sunday, 7 September 2014

Materi kajian dalam lembaga pendidikan di rumah Arqam bin Arqam

Materi kajian dalam lembaga pendidikan di rumah Arqam bin Arqam - Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. Di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidikan Islam. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya[1].

Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan al Qur’an karena al-Qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam.[2].

Berikut adalah beberapa kajian dalam Lembaga Pendidikan Islam meliputi:
  • Pendidikan Tauhid, materi ini lebih difokuskan untuk memurnikan ajaran agama Tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim, yang telah diselewengkan oleh masyarakat Jahiliyah. Secara teori, intisari ajaran Tauhid terdapat dalam kandungna surat al-Fatihah ayat 1-7 dan surat al-Ikhlas ayat 1-5.
  • Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama selain-Nya.
  • Materi baca tulis Al-Qur’an, sekarang ini disebut dengan materi imla’ dan iqra’.
  • Materi menghafal ayat Al-Qur’an.
  • Materi pemahaman Al-Qur’an, yang saat ini disebut materi fahmi al-Qur’an atau tafsir al-Qur’an; tujuan materi ini adalah meluruskan pola pikir umat Islam yang dipengaruhi pola pikir Jahiliyah.[3]
  • Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah, Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
  • Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.

Pendidikan jasmani atau kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman[4].

[1] H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, Persada, 2008). h. 6
[2] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008).h.28
[3] Samsul Nizaer,  Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008),  h.32-33.
[4] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008).h.27

Fungsi Pengembangan Kurikulum

Pendahuluan - Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai bahan pelajaran serta cara yang dgunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan.

Fungsi pengembangan kurikulum

Dalam aktifitas belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat krusial, karena dengan kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat. Namun demikian, disamping kurikulum bermanfaat bagi anak didik, ia juga mempunyai fungsi-fungsi lain, yakni :

1.       Fungsi kurikulum dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan
Dalam pencapaian tujuan pendidkan yang dicita-citakan, tujuan mesti dicapai secara bertingkat yang saling mendukung, sedangkan keberadaan kurikulum disini adalah sebagai alat untukmencapai tujuan pendidikan.

Tujuan Utama

•          Tujuan Nasional

•          Tujuan Institusional

•          Tujuan Kurikuler

•          Tujuan Instruksional

2.       Fungsi Kurikulum bagi Anak Didik


Keberadaan skurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan suatu persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah pengalaman baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.

3.       Fungsi Kurikulum bagi Pendidik


Dengan adanya kurikulum, sudah tentu tugas guru sebagai pengajar dan penddik lebih terarah. Pendidik juga merupakan salah satu factor yang sangat menentukan dan sangat penting dalam proses penddikan.

Adapun fungsi kurikulum bagi guru adalah :

-          Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasikan pengalaman belajar kepada para anak didik

-          Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik

4.       Fungsi Kurikulum bagi Kepala Sekolah


Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggungjawab kurikulum. fungsi kurikulum kepala sekolah dan para pembina sekolah lainnya adalah;

-          Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi yakni memperbaiki situasi belajar

-          Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak ke arah yang lebih baik.

-          Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan kepada guru atau pendidik agar dapat memperbaiki situasi mengajar.

5.       Fungsi Kurikulum bagi Orangtua


Kurikulum bagi orang tua mempunyai fungsi agar orangtua dapat berpartisipasi membantu usaha sekolah dalam memajukan putra – putrinya. bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan sekolah atau guru mengenai masalah – masalah yang menyangkut anak–anak mereka. Bantuan yang berupa materi dari para orangtua dapat melalui lembaga BP3 dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orangtua tersebut dapat mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak–anak mereka dengan demikian partisipasi orangtua ini pun tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar disekolah.

6.       Fungsi Kurikulum bagi Sekolah Tingkat di Atasnya


Fungsi kurikulum yang ada di atasnya :

-          Pemeliharaan kesimnambungan proses pendidikan

Fungsi Kesinambungan Sekolah pada tingkat atasnya harus mengetahui kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat menyesuaikan kurikulm yang diselenggarakannya.

-          Penyiapan tenaga baru

Fungsi Peniapan Tenaga Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang memerlukan tenaga guru tadi, baik mengenai isi, organisasi, maupun cara mengajar.

7.       Fungsi bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah


Dengan mengetahui kurikulum pada suatu sekolah, masyarakat, sebagai pemakai lulusan dapat melaksanakan sekurang–kurangnya dua macam;

-          Ikut memberikan kontribusi dalam memperlancarkan pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orangtua dan masyarakat.

-          Ikut memberikan kritik dan saran yang konstruktis demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.

Metode Sorogan dan Wetonan

Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren ialah :

Sorogan, yakni suatu metode dimana santri menghadap kyai seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi santri/ kendatipun demikian, metode ini diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung.[1]

metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual, biasanya disamping di pesantren juga dilangsungkan di langgar, masjid atau terkadang malah dirumah-rumah. penyampaian pelajaran kepada santri secara bergilir ini basanya dipraktekan pada santri yang jumlahnya sedikit. [2]

Di pesantren, sasaran metode ini adalah kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembaca alquran. Melalui sorogan, perkembangan intelekual santri dapat ditangkap kiai scara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh kejiwaan sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran kepada santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Sebaliknya, penerapan metode sorogan menuntut kesabaran dan keuletan pengajar. santri dituntut memiliki disiplin yang tinggi. dsamping itu aplikasi metode ini membutuhkan waktu yang lama, yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien[3].

Berikutnya Wetonan, yakni suatu metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melaksanakan sholat fardu. Di Jawa Barat, metode ini disebut dengan bandongan, sedangkan di Sumatera disebut dengan halaqah.[4]

Zamakhsyari Dhofier menerangkan bahwa metode wetonan ialah suatu metode pengajaran dengan cara guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan emngulas buku-buku islam dalam bahasa arab sedang kelompok santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan bukuna sendiri dan membuat catatan-catatan tentang kata atau buah pikiran yang sulit. Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikap pasif. sebab kreatifitas dalam proses belajar mengajar didimonasi oleh ustadz atau kiai, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangannya. dengan kata lain santri tidak dilatih mengekspersikan daya kritisnya guna mencermati kebenaran suatu pendapat[5].

[1] Zamakhsyari dhofir, Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,( Jakarta : LP3ES, 1994. cet. Ke-6), Hlm 28-29.
[2] Mujamil Qomar. Pesantren: dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi. (Jakarta: Erlangga, 2005). Hlm,142
[3] Mujamil Qomar. Pesantren: dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi. (Jakarta: Erlangga 2005). Hlm, 143
[4] Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, cet ke-2, (Jakarta : Pranada media 2008). Hlm, 286
[5] Mujamil Qomar. Pesantren: dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi. (Jakarta: Erlangga 2005). Hlm, 143

Kelebihan dan Kelemahan Metode Sorogan maupun Wetonan/Bandongan

Kelebihan dan Kelemahan Metode Sorogan maupun Wetonan/Bandongan

Kelebihan Metode Sorogan
  • Ada interaksi individual antara kiai dan santri
  • Santri sebagai peserta didik lebih dapat dibimbing dan diarahkan dalam pembelajarannya,  baik dari segi bahasa maupun pemahaman isi kitab.
  • Dapat dikontrol, dievaluasi dan diketahui perkembangan dan kemampuan diri santri.
  • Ada komunikasi efektif antara santri dan pengajarnya.
  • Ada kesan yang mendalam dalam diri santri dan pengajarnya.

Kekurangan Metode Sorogan
Tidak tumbuhnya budaya tanya jawab (dialog) dan perdebatan, sehingga timbul budaya anti kritik terhadap kesalahan yang diperbuat sang pengajar pada saat memberikan keterangan. Dan mungkin inilah yang menyebabkan sebagian ahli dan tenaga pendidikan kontemporer tidak memanfaatkan metode ini sebagai metode pembelajaran resmi

Kelebihan Metode Wetonan
  • Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak.
  • Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti system sorogan secara intensif.
  • Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehinnga memudahkan anak untuk memahaminya.
  • Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang sulit dipelajari
Kekurangan Metode Wetonan
  • Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam menyampaikan materi sering diulang-ulang.
  • Guru lebih kreatif dari pada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur (monolog).
  • Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan.
Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya.

Persamaan dan Perbedaan Pendidikan Surau di Sumatera dan Pesantren di Jawa

Pada mulanya istilah surau dipakai sebagai tempat berkumpul, rpat dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah dewasa, hanya saja ketika islam dating ke Indonesia surau memiliki fungsi keagamaan dan pertama kali diperkenalkan oleh Syekh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Kini surau memiliki fungsi sebagai tempat belajar islam khususnya tarekat. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, surau mengunakan system pendidikan halaqah. Materi yang diajarkan masih seputar belajar huruf hijaiyah dan membaca Quran, disamping ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, akhlak dan ibadah. Pada umumnya pendidikan ini dilaksanakan pada malam hari. Selain itu juga diajarkan mengenai pengajian kitab dimana pada jenjang ini materi yang diajarkan meliputi ilmu sharaf dan nahu, ilmu fikih, ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab kemudian diterjemahkan kedalam bahasa melayu. Setelah itu baru diterangkan maksudnya.

Sedangkan pesantren ialah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, dimana seorang kiai mengajarkan ilmu agama islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang dtulis dalam bahasa arab oleh ulama abad pertengahan dan para santri biasanya tinggal di pondok dalam pesantren tersebut.dengan demikian dalam lembaga pendidikan islam yang disebut pesantren tersebut sekurang-kurang nya memiliki unsure-unsur kiai, santri, masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pondok atau asrama sebagai tempat tinggal para santri serta kitab-kitab klasik sebagai sumber atau bahan pelajaran.

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah kitab kitab bahasa Arab (kitab kuning). Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al-Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, hadist dengan musthalah hadist, bahasa Arab dengan ilmunya, tarikh, mantiq, dan tasauf.

Persamaan
  • Mengajarkan Al Quran (Tajwid dan Tafsirnya)
  • Mengajarkan ilmu Fikih dan Aqidah Akhlak
  • System pendidikan menggunakan halaqah
  • Mengajarkan Ilmu Tarekat atau Tasawuf
  • Bahan ajar menggunakan Kitab Kuning
  • Pengajian Kitab Klasik
Perbedaan
  • Fungsi selain lembaga pendidikan ialah sebagai lembaga social sedangkan Fungsi selain lembaga pendidikan ialah sebagai lembaga Tarekat
  • Pesantren menggunakan system asrama atau pondok sedangkan Surau tidak menggunakan system asrama
  • Pesantren mengajarkan belajar menulis Al Quran sedangkan surau hanya membacanya tanpa menulis.
  • Menggunakan masjid sebagai tempat penyelenggaraan pembelajaran
  • Pesantren terdapat unsure kiayi, santri, pondok, dan masjid sedangkan surau tidak

Referensi

Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, cet ke-2, (Jakarta : Pranada media 2008).